Tugas Kelompok
10
PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI
TINDAK
PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Dosen Pembimbing: Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd.I
Disusun
Oleh:
1.
Fatmawati : 1311010270
2. Ranti Angraini : 1311010282
Jurusan :
Pendidikan Agama Islam
Kelas :
F
Semester :
VI ( Enam )
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1437 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrohim
assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji
dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan kepada penulis
khususnya dan umumnya kepada kita semua, karena berkat rahmad dan hidayah-NYA
penulis dapat menyelesaikan makalah ini , shalawat serta salam semoga selalu
tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah
membimbing didalam penyusunan makalah ini yang berjudul “TINDAK
PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA “.
Materi ini bersumber dari berbagai sumber dari bacaan yang insyaallah tersusun
dengan sistematis dan ringkas, sehingga mudah untuk dipahami dan dimengerti.
Penulis
menyadari sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentunya makalah memiliki
kesalahan dan kekurangan . Dengan demikian saran dan kritik yang membangun
penulis harapkan demi perbaikan dan kebaikan makalah ini untuk kedepananya.
Semoga materi yang terkait didalamnya dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin
ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Bandar
lampung, 4 maret 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
............................................................................... ii
DAFTAR ISI
............................................................................................... iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian korupsi........................................................................... 2
B.
Gambaran
umum Korupsi di Indonesia........................................... 3
C.
Jenis-jenis korupsi............................................................................ 4
D.
Peraturan Perundang- Undangan Terkait Korupsi........................... 9
BAB III
: PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................... 11
Daftar
Pustaka.......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tindakan
korupsi selalu menjadi topik yang panas diperbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi
ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya
dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang
malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi
kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan
tindak korupsi.
Maka
harus kita ketahuijenis-jenis dan peraturan perundang-undangan yang dapat
menjerat setiap warga negara di Indonesia yang melakukan tindakan korupsi yang
dapat merugikn orang lain bahkan sampai merugikan negara.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah yaitu:
a.
Apakah jenis-jenis korupsi,?
b.
Bagaimana tindak
pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di indonesia?
C.
Tujuan
Dari
rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah yaitu:
a. Mengetahui
jenis-jenis korupsi,
b. Mengetahui
tindak
pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari
bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur
menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio
berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,
memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir,
2006:281-282).
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah
untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan
istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang
atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang
lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum
adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi[1].
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The
Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai
penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik
dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang
dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik
untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian
Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian
pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan
hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan
mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan
jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan
kewenangan jabatan atau amanah, melawan
hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.
B.
Gambaran
umum Korupsi di Indonesia
Korupsi
di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan
Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967
yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata[2].
Pada era Orde Baru, muncul
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib” yang dilakukan Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan
iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang
tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999.
Menurut UU. No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan
yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas
tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian
keuntungan Negara
2. Suap-menyuap
(istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan
dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan
curang
6. Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
(istilah lain : pemberian hadiah)
C.
Jenis-jenis korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif,
1. Adapun yang dimaksud dengan Korupsi
Aktif adalah sebagai berikut :
a.
melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal
2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
b.
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
c.
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
d.
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan
Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
e.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf
a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001
f.
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1)
huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
g.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
h.
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
i.
Setiap ot\rang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
j. Setiap orang yang
pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau
Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
k.
Setiap orrang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
(pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
l. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang di tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
m. Pegawai negeri atau selain Pegawai
Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus
atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus
pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
2.
Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
a.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
b.
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk
mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001)
c. Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara
nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
d.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
e.
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
f.
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
g. Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
3. sedangkan dalam prakteknya kita
kenal ada dua jenis korupsi yaitu :
a. Adminstrative Coruption
a. Adminstrative Coruption
yaitu
dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang
berlaku.Akan tetapi individu-individu tetentu memperkaya dirinya
sendiri.Misalnya proses rekruitmen pegawai negeri,dimana dilakukan dalam negeri,dimana
dilakukan ujian seleksi mulai dari seleksi administratif sampai ujian
pengetahuan atau kemampuan,akan tetapi yang harus diluluskan sudah tertentu
orangnya.
b. Against The Rule Corruption
Artinya
korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum, misalnya
penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau korporasi.
Jenis
korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi,
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap
yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang
memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat
peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3.
Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada
ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4.
Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan
negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah
keuntungan pribadi.
Secara umum jenis-jenis korupsi yaitu:
1.
Korupsi transaktif,
yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan dua pihak dalam bentuk suap, dimana
yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan keuntungan.
2. Korupsi ekstortif,
yaitu korupsi yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai pembayaran
jasa yang diberikan kepada pihak luar, si pemberi tidak ada alternatif lain.
3. Korupsi investif, yaitu korupsi
yang dilakukan seorang pejabat karena adanya iming-iming tentang sesuatu yang
akan menghasilkan dimasa mendatang.
4.
Korupsi nepotistik,
yaitu korupsi yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau
teman dekat atas sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas
5. Korupsi otogenik,
yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan
jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang sebenarnya harus
dirahasiakan.
6.
Korupsi suportif,
yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi
dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka lakukan secara
kolektif.
D.
Peraturan Perundang- Undangan
Terkait Korupsi
Berikut ini adalah naskah Peraturan Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah (PP), Instruksi Presiden (Inpres), yang berkaitan dengan Tindak
Pidana Korupsi. TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang
bebas KKN Undang-Undang :
1. UU
nomor 20 tahun 2001 Pemberantasan Tidak pidana Korupsi
2. UU
30/2002 Komisi Anti Korupsi
3. UU
31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui menjadi UU No 20 Tahun 2001
4. UU
11/1980 tentang Antisuap
5. UU
15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang. UU ini telah dirubah menjadi
UU No 25 tahun 2003
6. UU
25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian
uang
7. UU No
28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih Bebas dari KKN
8. UU No 7
Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003
9. UU No 1
Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana
10.UU No.
13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (termasuk versi bahasa
Inggrisnya)[3].
Negara
mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu:
UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan
dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini
merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung
didalamnya antara lain :
1.
Memperkaya diri/orang lain secara
melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak
pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS
serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
3.
Dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara.
4.
Adanya oenyakahgunaan kewenangan,
kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
5.
Menyuap PNS atau Penyelenggara
Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6.
Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20
Tahun 2001).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari teori yang telah kami
sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
korupsi merupakan tindakan buruk yang
dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan
birokrasi.
Korupsi
adalah menyalahgunakan kewenangan jabatan atau amanah, melawan hukum untuk
memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.
Kita Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, secara umum korupsi
jenis-jenis korupsi yaitu: korupsi transaktif,
yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan dua pihak dalam bentuk suap, korupsi
ekstortif, yaitu korupsi yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, korupsi investif,
yaitu korupsi yang dilakukan seorang pejabat karena adanya iming-iming tentang
sesuatu yang akan didapatkannya, korupsi nepotistik, yaitu korupsi
yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekat, korupsi
otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan dengan memberikan informasi kepada pihak luar, korupsi
suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok.
Udang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi yaitu: UU
No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
DAFTAR PUSTAKA
Yudha Erlangga, Panduan Pendidikan Anti Korupsi,
(Jakarta: Esensi, Erlangga Group, 2014)
http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
Contoh makalah mahasiswa.
Blogspot.com
[1]
Contoh makalah mahasiswa.
Blogspot.com. (diakses pada tanggal 3-03-1016)
[2]
http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
[3]
http://serayunews.blogspot.co.id/2012/09/peraturan-dan-perundang-undangan.html
(diakses pada tanggal
3-03-1016)
[4]
Yudha Erlangga, Panduan Pendidikan Anti
Korupsi, (Jakarta: Esensi, Erlangga Group, 2014) hal: vii
[5] http://www.scribd.com/doc/279706145/Peraturan-Perundang-undangan-Terkait-Korupsi#scribd
(diakses pada tanggal
3-03-1016)
0 Response to "TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA"
Post a Comment