Tugas Kelompok 8
SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA
Dosen: Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Nama Npm
1. Suherna 1311010261
2. Listiani 1311010297
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : 5 (Lima)
Kelas : F
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
INTAN LAMPUNG
1437 H / 2016 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala
puji bagi Allah karna berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah yang berjudul “Sejarah
Korupsi di Indonesia” pada tanggal 3
Maret 2016 yang sangat sederhana. Tidak lupa juga kami mengucapkan trima kasih
kepada:
1. Bapak Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd.I selaku
dosen pembimbing mata kuliah Materi
Pendidikan Anti Korupsi.
2. Sumber-sumber yang menjadi referensi
dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan, kritik
dan saran yang bersifat membantu untuk kesempurnaan pembuatan makalah ini
terutama pada tugas berikutnya sangat kami harapkan.
Wassalamualaikum
wr. wb.
Bandar
lampung, 3 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul................................................................................................
Kata
Pengantar............................................................................................... i
Daftar
Isi........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan penulisan................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Sejarah Korupsi di Indonesia............................................................. 2
B. Berdirinya Lembaga Penegak Hukum,
Pemberantasan, dan
Pencegahan
Korupsi........................................................................... 6
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Tindak perilaku
korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media massa
maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat
tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan
kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat
memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat
yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan
membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
Korupsi di Indonesia sudah membudaya sejak
dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut
hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi,
namun hasilnya masih jauh panggang dari api.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah korupsi di Indonesia?
2.
Apa saja upaya yang dilakukan dalam mencegah
dan memberantas korupsi?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui sejarah korupsi di Indonesia?
2.
Untuk mengetahui upaya apa saja yang harus
dilakukan dalam mencegah dan memberantas korupsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Korupsi
Di Indonesia
Korupsi di
Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak
orang korupsi bukan
lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar
negara, Indonesia selalu
menempati posisi paling rendah. Perkembangan korupsi di Indonesia juga
mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga
kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum
menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi
antar negara yang tetap rendah.
Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
korupsi yang sudah di tangani di Indonesia. Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini.
korupsi yang sudah di tangani di Indonesia. Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini.
Pertama,
Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar
belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur
sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno. Coba
saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar
saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan.
Lalu, kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan
Haryo Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut
tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien
Rahayu SS, Jejak Sejarah Korupsi Indonesia- Analis Informasi LIPI).
Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan
ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu
contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal
dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung
selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula
yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga
memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan
kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman
penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya
sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah
colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini
berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik
oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang
(lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat
lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk
menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan
dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan
oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan
rakyat Indonesia. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang
mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak
segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya.
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan
praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat
lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang
ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja.
salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang
bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin
berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini.
Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya
paling korup, bahkan hingga saat ini. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan
hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa
perjalanan sejarah dan melalui bebrapa masa perubahan perundang- undangan.
Keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif indonesia sebenarnya sudah
ada sejak lama, yaitu sejak berlakunya kitab undang-undang hukum pidana 1
januari 1918. KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua
golongan di Indonesia sesuai dengan asas konkordansi dan diundangkan dalam
Staatblad 1915 nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915.
Beberapa peraturan yang mengatur mengenai
tindak pidana korupsi di Indonesia sebagai berikut :
1.
Masa Peraturan Penguasa Militer
Pengaturan yang berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957
dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah
kekuasaan Angkatan Darat. Rumusan korupsi menurut perundang- undangan ini ada
dua yaitu, tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk
kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu
badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau
perekonomian. Masa Undang- Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
2. Masa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI
1971-19, TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Masa Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI
1999-40, TNLRI 387), tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian
diubah dengan undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134, TNLRI 4150),
tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 (LNRI 2002-137. TNLRI 4250) tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jika
ditinjau dari instrumen hukumnya, Indonesia telah memiliki banyak peraturan
perundang- undangan untuk mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi.
Diantaranya ada KUHP dan KPK. Secara substansi Undang- undang Nomor 31 Tahun
1999 telah mengatur berbagai aspek yang kiranya dapat menjerat berbagai modus
operandi tindak pidana korupsi yang semakin rumit. Dalam Undang- Undang ini
tindak pidana korupsi telah dirumuskan sebagai tindak pidana formil, pengertian
pegawai negeri telah diperluas, pelaku korupsi tidak didefenisikan hanya kepada
orang perorang tetapi juga pada korporasi, sanksi yang dipergunakan adalah
sanksi minimum sampai pidana mati, seperti yang tercantum dalam pasal 2 dan
pasal 3 undang- undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
dan telah pula dilengkapi dengan pengaturan mengenai kewenangan penyidik,
penuntut umumnya hingga hakim yang memeriksa di sidang pengadilan. Bahkan,
dalam segi pembuktian telah diterapkan pembuktian tebalik secara berimbang dan
sebagai kontrol, undang- undang ini dilengkapi dengan Pasal 41 pengaturan
mengenai peran serta masyarakat, kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selain itu pengaturan tindak pidana korupsi dilakukan
melalui kerja sama dengan dunia Internasioanal. Hal ini dilakukan dengan cara
menandatangani konvensi PBB tentang anti korupsi yang memberikan peluang untuk
mengembalikan aset- aset para koruptor yang di bawa lari ke luar negeri.
Hukum pidana tentang tindak pidana korupsi
yang diatur dalam KUHP dinilai masih sangat lemah. Memang tidak perlu sampai
diberlakukan hukuman mati bagi koruptor seperti yang di berlakukan di Negara
China, tapi untuk tindak pidana korupsi yang merugikan negara dalam jumlah
besar seharusnya diberi hukuman seumur hidup dan tanpa remisi ataupun grasi.
Agar terjadi efek jera dan juga sebagai pelajaran bagi pejabat-pejabat baru.
Selain hukum yang masih lemah terjadinya
korupsi di Indonesia juga didukung dengan aparat hukum yang korup mulai dari
Kepolisian, Kejaksaan, hingga Pengadilan. Kepolisian bisa menghentikan
penyelidikan bila koruptor mampu menyuapnya. Hal ini menyebabkan mudahnya para
pejabat yang terjerat kasus korupsi untuk membebaskan diri dari jeratan hukum
dengan jalan menyuap dari hasil uang korupsi. Sehingga sebanyak apapun Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus korupsi ke pihak kepolisian akan
menjadi percuma. Bahkan beberapa waktu lalu ada upaya pelemahan KPK oleh
institusi hukum lain yang takut diselidiki mengenai kasus korupsi di dalamnya.[1]
B.
Berdirinya Lembaga Penegak Hukum, Pemberantasan dan Pencegahan
Korupsi
1.
Sejarah
Penegakkan Hukum Tindak Pidana Korupsi
Sejarah pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi sesungguhnya sudah
dimulai sejak tahun 1960 dengan munculnya Perpu tentang pengusutan, penuntutan
dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Perpu itu lalu dikukuhkan menjadi
UU No.24/1960. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melancarkan “Operasi
Budhi”, khususnya untuk mengusut karyawan-karyawan ABRI yang dinilai tidak
becus. Waktu itu perusahaan-perusahaan Belanda diambil-alih dan dijadikan BUMN,
dipimpin oleh para perwira TNI. “Operasi Budhi” antara lain mengusut Mayor
Suhardiman (kini Mayjen TNI Pur) meskipun akhirnya dibebaskan dari dakwaan.
Pada akhir 1967 Presiden Soeharto membentuk Tim Pemberantasan
Korupsi (TPK) dengan Kepres No. 228/1967 tanggal 2 Desember 1967 dan dasar
hukumnya masih tetap UU 24/1960. Para anggota tim ini merangkap jabatan lain
seperti Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Kehakiman, dan Panglima ABRI. Hasil kerja
tim ad-hoc ini kemudian berhasil menyeret 9 orang yang diindikasikan
“koruptor”.
Presiden Soeharto juga membentuk Komisi Empat pada Januari 1970,
untuk memberikan “penilaian obyektif” terhadap langkah yang telah diambil
pemerintah, dan memberikan “pertimbangan mengenai langkah yang lebih efektif
untuk memberantas korupsi”. Mantan Wakil Presiden M. Hatta diangkat sebagai
penasihat Komisi Empat. Anggota-anggotanya adalah mantan perdana menteri
Wilopo, I.J.Kasimo, Prof. Johannes dan Anwar Tjokroaminoto dan Kepala BAKIN
Mayjen Sutopo Yuwono menjadi sekretaris.
Selama periode 1970-1977 hanya satu pejabat tinggi yang dipenjara
karena korupsi, yaitu Deputi Kapolri Letjen Pol Siswadji (1977, divonis 8
tahun). Pegawai negeri yang diganjar hukuman paling berat adalah Kepala Depot
Logistik Kaltim Budiadji, yang divonis penjara seumur hidup (grasi Presiden
menguranginya menjadi 20 tahun). Selain Komisi Empat, dimasa pemerintahan orde
baru juga pernah berdiri Komisi Anti Korupsi (KAK) pada tahun 1970. Anggota KAK
terdiri dari aktivis mahasiswa eksponen 66 seperti Akbar Tanjung, Thoby Mutis,
Asmara Nababan dkk. Namun belum terlihat hasil yang telah dicapai, Komisi ini
dibubarkan pada 15 Agustus 1970 atau hanya dua bulan sejak terbentuk.
Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, dibentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Tim ini berada di bawah Jaksa
Agung Marzuki Darusman. TGPTPK dibentuk sebagai lembaga sementara sampai
terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi yang merupakan amanat
UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi. Sayang, TGPTPK
yang beranggotakan jaksa, polisi dan wakil dari masyarakat tidak mendapat
dukungan. Bahkan oleh Jaksa Agung sendiri. Permintaan TGPTPK untuk mengusut
kasus BLBI yang banyak macet prosesnya ditolak oleh Jaksa Agung. Akhirnya, TGPTPK
dibubarkan tahun 2001 ketika gugatan judicial review tiga orang Hakim Agung
pernah diperiksa oleh TGPTPK dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Pada tahun 1999 juga pernah terbentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggaran Negara (KPKPN) berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Komisi yang dipimpin oleh Yusuf Syakir ini bertugas menerima dan
memeriksa laporan kekayaan para penyelenggara negara.
Pada era Megawati sebagai Presiden, berdasarkan UU Nomor 30 Tahun
2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi superbody yang memiliki 5 tugas dan 29
wewenang yang luar biasa ini dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, Sirajudin Rasul,
Amien Sunaryadi, Erry Riyana Harjapamengkas, Tumpak Hatorang. Belum genap satu
tahun berdiri, KPK telah menerima 1.452 laporan masyarakat mengenai praktek
korupsi. Sepuluh kasus diantaranya ditindaklanjuti dalam proses penyidikan dan
sudah dua kasus korupsi yang berhasil dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
(Abdullah Puteh dan Harun Let Let dan keduanya telah divonis). Kasus korupsi
besar yang telah ditangani KPK adalah korupsi yang terjadi di Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Hasil penyelidikan dan penyidikan KPK berhasil menjebloskan ketua
dan anggota KPU serta beberapa pegawai Setjen KPU ke penjara. Meskipun
seringkali menuai kritik dari berbagai kalangan namun apa yang telah dilakukan
oleh KPK sedikit banyak memberikan harapan bagi upaya penuntasan beberapa kasus
korupsi di Indonesia.
Setelah Megawati lengser dan digantikan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), program 100 hari pemerintahannya ditandai dengan
pembentukan Tim Pemburu Koruptor yang dipimpin oleh oleh Wakil Jaksa Agung ,
Basrief Arief dibawah koordinasi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tim yang terdiri
dari Kejaksaan dan Kepolisian bertugas memburu terpidana dan tersangka kasus korupsi
yang melarikan diri keluar negeri. Meskipun belum terlihat hasil yang telah
dicapai, namun Tim Pemburu koruptor diberitakan sudah menurunkan tim ke lima
negara, yaitu Singapura, Amerika Serikat, Hongkong, Cina dan Australia. Selain
itu Tim pemburu koruptor juga telah mengidentifikasi jumlah aset yang terparkir
di luar negeri sebanyak Rp 6-7 triliun.
Tim pemberantasan korupsi yang terakhir dibentuk adalah Tim
Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) yang dibentuk
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 2005 pada tanggal 2 Mei 2005. Ada dua tugas utama yang diemban tim yang
diketuai oleh Hendarman Supandji. Pertama, melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku
terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi. Kedua, mencari
dan menangkap pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana serta menelusuri
asetnya dalam rangka pengembalian keuangan secara optimal.[2]
2.
Kebijakan
Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi:
a. Mewujudkan
keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan
berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB
pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan
instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,
yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan Kapolri:
b.
Mengoptimalkan
upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
c. Meningkatkan
Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum.[3]
3.
Peran
Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan
aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang
diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
a.
Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
b.
Mendorong
pemerintah melakukan reformasipublic sector dengan mewujudkan good
governance.
c.
Membangun
kepercayaan masyarakat.
d.
Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
e.
Memacu
aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.[4]
4.
Upaya
yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
a.
Upaya
Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama, melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis, para
pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi, para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua, menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan
disiplin kerja yang tinggi, sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang
memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
b.
Upaya
Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan
dihukum pidana.
c.
Upaya
Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
1.
Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
2.
Tidak
bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3.
Melakukan
kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
4. Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya.
5.
Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
d.
Upaya
Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah
yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan
terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW
lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi
yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang bebas korupsi.[5]
BAB III
KESIMPULAN
Korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” ataudishonest(ketidakjujuran).
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama
sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi.
Pelajaran yang didapat dari uraian diatas sebenarnya korupsi yang terjadi
di Indonesia disebabkan mental pemimpin yang buruk. Jadi walaupun sebaik apapun
sistem pemerintahan, setegas apapun hukum, dan sebersih apapun aparat akan
percuma bila mental pemimpin dan pejabat negeri ini masih buruk dan korupsi
pasti masih akan terus lestari. Untuk itu sekarang kita harus menyadarkan para
pemimpin untuk memperbaiki mentalnya, dan apabila sudah tidak dapat diperbaiki
maka sebaiknya untuk diganti dengan pemimpin yang amanah dan bermental baik
serta siap susah demi rakyat. Kita sebagai generasi muda calon pemimpin bangsa
sudah seharusnya menjaga hati dan mental agar tetap jujur dan tidak berubah
menjadi mental koruptor.
DAFTAR PUSTAKA
http://andsbarcaboy.blogspot.com/2016/03/sejarah-korupsi-di-indonesia.html.
http://polmas.wordpress.com/2016/03/03/sejarah-penegakkan-hukum-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia.
http://makalahsekolah.com/2016/03/03/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.
http://fikriarahman-smkwadaya.blogspot.co.id/2016/03/peran-pemerintah-dalam-memberantas.html.
http://nurulsolikha.blogspot.com/2016/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html.
[1]
http://andsbarcaboy.blogspot.com/2016/03/sejarah-korupsi-di-indonesia.html.
[2] http://polmas.wordpress.com/2016/03/03/sejarah-penegakkan-hukum-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia.
[3]
http://makalahsekolah.com/2016/03/03/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.
[4]
http://fikriarahman-smkwadaya.blogspot.co.id/2016/03/peran-pemerintah-dalam-memberantas.html.
[5]
http://nurulsolikha.blogspot.com/2016/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html.
0 Response to "SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA"
Post a Comment