WELCOME TO MY BLOG

(BABUL 'ILMI)

KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM



Kelompok 13

KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Mata Kuliah
Pendidikan Anti Korupsi

Nama dosen :
Waluyo Erry Wahyudi M.Pd.I

Disusun oleh :

                      Muzannifi                  :           1311010295
                      Purwendi                   :           1311010276

Jurusan/Semester/Kelas : PAI/VI/F




FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2015/2016






KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.wr.wb            

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang dengan ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tanpa ada halangan apapun.
Shalawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Beserta sahabat-sahabat dan para pengikutnya, yang telah berjuang untuk menegakkan ajaran islam .
Makalah yang kami susun ini tentang  Korupsi Dalam Pandangan Islam. Dalam penyajian makalah ini mungkin masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.

Wassalamualaikum wr.wb



Bandar Lampung,    20 Maret 2016
                                               


                                                Penulis,





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………......………………………............…i
KATA PENGANTAR …………..……………………………………................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1  Latar Belakang Masalah ....................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah .............................................................................................1
1.3  Tujuan Masalah .................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN …...……….……………………..….............…………3
2.1 Korupsi Dalam Pandangan Isla......................................................................... 3
2.2  Ayat dan Hadits Tentang Korupsi .....................................................................4
2.3  Hukum dan Syariat Tentang Korupsi .................................................................
2.4  Pintu-pintu Korupsi.............................................................................................
2.5  Bahaya Ghulul (Korupsi)....................................................................................
    
BAB III PENUTUP …………………………………….……………................10
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA





BAB I

PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku koruptor, meskipun dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet atau merampas harta orang lain.
Realitanya praktikal korupsi yang selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan dunia hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut jasadnya, akan tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan, dan hilangnya sebuah kepercayaan.
                                                                                       
1.2.    Rumusan Masalah
1. Bagaimana korupsi menurut pandangan Islam?
2. Bagaimana hukum dan syariat korupsi?
3. Apa saja pintu-pintu korupsi?
4. Apa saja bahaya korupsi?

BAB II
PEMAHASAN

KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM
  1. Pengertian Korupsi Menurut Islam
Ajaran hukum Islam yang sangat menjunjung tinggi pemeliharaan akan kesucian baik lahir maupun bathin, menghendaki agar manusia (umat islam) dalam melakukan sesuatu harus sesuai fitrahnya, yakni apa yang telah dtentukan dalam al-Quran dan As Sunnah yang merupakan sumber hukum tertinggi. Pemeliharaan akan kesucian begitu ditekankan dalam hukum Islam, agar manusia (umat Islam) tidak terjerumus dalam perbuatan kehinaan atau kedhaliman baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Pelanggaran sesuatu hal dalam hukum (pidana) Islam tidak terlepas dari tujuan pokok hukum Islam (al maqashid asy-syari’ah alkhams) yang merupakan hal esensial bagi terwujudnya ketentraman hidup manusia. Adapun tujuan pokok hukum Islam tersebut adalah memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Salah satu tujuan pokok hukum Islam ialah memelihara keselamatan (kesucian) harta. Harta merupakan rezeki dalam arti material, karena dalam bahasa agama rezeki meliputi rezeki material dan rezeki spiritual.
Islam adalah agama yang sangat menjujung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok hukum (pidana) Islam, karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah harta berdimensi haram karena morupsi menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memproleh rezeki Allah. Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan kriminal (jinayah atau jarimah) dimana bagi pelakunya diancam dengan hukuman hudud (had) dan juga hukuman ta’zir.
Islam membagi Istilah Korupsi kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah (pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang pertama, korupsi dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap ancaman hukumanya berupa hukuman ta’zir (jarimah ta’zir) yang disesuaikan dengan peran masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan sesuatu kepada orang penguasa atau pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap mendapat keuntungan dari itu atau dipermudahkan urusanya.
Yang kedua, Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah). Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan sesuatu tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi.Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu indakan yang mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil barang milik orang lain dengan cara melawan hokum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya. 

  1. Ayat dan Hadits Tentang Korupsi
Korupsi dalam islam terdapat pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul Amwal Bil Bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah : 188.
ูˆَู„ุง ุชَุฃْูƒُู„ُูˆุง ุฃَู…ْูˆَุงู„َูƒُู…ْ ุจَูŠْู†َูƒُู…ْ ุจِุงู„ْุจَุงุทِู„ِ ูˆَุชُุฏْู„ُูˆุง ุจِู‡َุง ุฅِู„َู‰ ุงู„ْุญُูƒَّุงู…ِ ู„ِุชَุฃْูƒُู„ُูˆุง ูَุฑِูŠู‚ุงً ู…ِู†ْ ุฃَู…ْูˆَุงู„ِ ุงู„ู†َّุงุณِ ุจِุงู„ْุฃِุซْู…ِ ูˆَุฃَู†ْุชُู…ْ ุชَุนْู„َู…ُูˆู†َ
‘’Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.’’

Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit radhiyallรขhu’ anhu, bahwa Nabi shallallรขhu ‘alaihi wa sallam bersabda : (… ูَุฅِู†َّ ุงู„ْุบُู„ُูˆู„َ ุนَุงุฑٌ ุนَู„َู‰ ุฃَู‡ْู„ِู‡ِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูˆَุดَู†َุงุฑٌ ูˆَู†َุงุฑٌ)
“…(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya’’
Sedangkan dalam al-Hadits lebih konkret lagi, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum.” Dalam redaksi lain, dinyatakan: “Rasulullah SAW melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya.” Kemudian dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah SAW bersabda: “penyuap dan penerima suap itu masuk ke neraka.”
Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu 'anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”

  1. Hukum dan Syariat Tentang Korupsi
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :



"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah SWT mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesuai yang telah Allah firmankan dalam surat al Baqarah/2:188.
Allah Juga firman:


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya hadits dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu 'anhu di atas.
Dalam sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabi'in), maupun para ulama periode sesudahnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman korupsi, baik bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya.


  1. Pintu-pintu Korupsi
Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.
Berikut adalah di antara pintu-pintu korupsi.
1.                   Saat pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan.
Nabi Saw. menceritakan :

"Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula seseorang yang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".

Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita.
2.                   Ketika pengumpulan zakat maal (harta).
Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan zakat maal tersebut dengan mengatakan :
((ุฃَูَู„َุง ู‚َุนَุฏْุชَ ูِูŠ ุจَูŠْุชِ ุฃَุจِูŠูƒَ ูˆَุฃُู…ِّูƒَ ูَู†َุธَุฑْุชَ ุฃَูŠُู‡ْุฏَู‰ ู„َูƒَ ุฃَู…ْ ู„َุง))
"Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?"
Kemudian pada malam harinya selepas shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
((ูَูˆَุงู„َّุฐِูŠ ู†َูْุณُ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ู„َุง ูŠَุบُู„ُّ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ู…ِู†ْู‡َุง ุดَูŠْุฆًุง ุฅِู„َّุง ุฌَุงุกَ ุจِู‡ِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูŠَุญْู…ِู„ُู‡ُ ุนَู„َู‰ ุนُู†ُู‚ِู‡ِ ุฅِู†ْ ูƒَุงู†َ ุจَุนِูŠุฑًุง ุฌَุงุกَ ุจِู‡ِ ู„َู‡ُ ุฑُุบَุงุกٌ ูˆَุฅِู†ْ ูƒَุงู†َุชْ ุจَู‚َุฑَุฉً ุฌَุงุกَ ุจِู‡َุง ู„َู‡َุง ุฎُูˆَุงุฑٌ ูˆَุฅِู†ْ ูƒَุงู†َุชْ ุดَุงุฉً ุฌَุงุกَ ุจِู‡َุง ุชَูŠْุนَุฑُ))

"(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …"
3.         Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya:"Hadiah untuk para petugas adalah ghulul".
Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).

  1. Bahaya Ghulul (Korupsi)
Tidaklah Allah melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut. Diantaranya :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... ูˆَุงู„َّุฐِูŠ ู†َูْุณِูŠ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ู„َุง ูŠَุฃْุฎُุฐُ ุฃَุญَุฏٌ ู…ِู†ْู‡ُ ุดَูŠْุฆًุง ุฅِู„َّุง ุฌَุงุกَ ุจِู‡ِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูŠَุญْู…ِู„ُู‡ُ ุนَู„َู‰ ุฑَู‚َุจَุชِู‡ِ ุฅِู†ْ ูƒَุงู†َ ุจَุนِูŠุฑًุง ู„َู‡ُ ุฑُุบَุงุกٌ ุฃَูˆْ ุจَู‚َุฑَุฉً ู„َู‡َุง ุฎُูˆَุงุฑٌ ุฃَูˆْ ุดَุงุฉً ุชَูŠْุนَุฑُ ...))

"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”

2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
"…(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".

3.Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((ู…َู†ْ ูَุงุฑَู‚َ ุงู„ุฑُّูˆุญُ ุงู„ْุฌَุณَุฏَ ูˆَู‡ُูˆَ ุจَุฑِูŠุกٌ ู…ِู†ْ ุซَู„َุงุซٍ ุฏَุฎَู„َ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ู…ِู†ْ ุงู„ْูƒِุจْุฑِ ูˆَุงู„ْุบُู„ُูˆู„ِ ูˆَุงู„ุฏَّูŠْู†ِ))

"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".

4. Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi Saw yang artinya:

"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)".

5. Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุทَูŠِّุจٌ ู„َุง ูŠَู‚ْุจَู„ُ ุฅِู„َّุง ุทَูŠِّุจًุง ูˆَุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุฃَู…َุฑَ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ ุจِู…َุง ุฃَู…َุฑَ ุจِู‡ِ ุงู„ْู…ُุฑْุณَู„ِูŠู†َ ูَู‚َุงู„َ ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ุฑُّุณُู„ُ ูƒُู„ُูˆุง ู…ِู†ْ ุงู„ุทَّูŠِّุจَุงุชِ ูˆَุงุนْู…َู„ُูˆุง ุตَุงู„ِุญًุง ุฅِู†ِّูŠ ุจِู…َุง ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุนَู„ِูŠู…ٌ ูˆَู‚َุงู„َ ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ูƒُู„ُูˆุง ู…ِู†ْ ุทَูŠِّุจَุงุชِ ู…َุง ุฑَุฒَู‚ْู†َุงูƒُู…ْ ุซُู…َّ ุฐَูƒَุฑَ ุงู„ุฑَّุฌُู„َ ูŠُุทِูŠู„ُ ุงู„ุณَّูَุฑَ ุฃَุดْุนَุซَ ุฃَุบْุจَุฑَ ูŠَู…ُุฏُّ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ูŠَุง ุฑَุจِّ ูŠَุง ุฑَุจِّ ูˆَู…َุทْุนَู…ُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَู…َุดْุฑَุจُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَู…َู„ْุจَุณُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَุบُุฐِูŠَ ุจِุงู„ْุญَุฑَุงู…ِ ูَุฃَู†َّู‰ ูŠُุณْุชَุฌَุงุจُ ู„ِุฐَู„ِูƒَ))
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?".








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

 Korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.1 Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam undang-undang korupsi yang berlaku di Malaysia korupsi diartikan sebagai reswah yang dalam bahasa Arab bermakna suap.
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.
Sebagai pembawa amanat Allah, amanat keadilan dan kemaslahatan segenap rakyat, pemerintah berkewajiban untuk menegakkan ketertiban umum, melindungi keamanan seluruh rakyat, dan menegakkan keadilan begi kemaslahatan semua pihak, tanpa membedakan warna kulit, suku bangsa, golongan maupun keyakinan agamanya.



 

DAFTAR PUSTAKA


Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta, Zikrul Hakim, 1997.

Sa’di Abu Jaib, Al-Qamus Al-Fiqhi, Beirut: Dar al-Fikr, 1998.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid. 3, Beirut: Dar al-Fikr,1983.

Wahab Afif, Hukum Pidana Islam, Banten ,Yayasan Ulumul Quran, 1988.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : Ghalia Indonesia

http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html

1 Response to "KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM "

  1. izin copy makalahnya ya ๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š terimakasih sudah membantu๐Ÿ˜‰

    ReplyDelete