Kelompok
13
KORUPSI DALAM PANDANGAN
ISLAM
Mata Kuliah
Pendidikan Anti Korupsi
Nama dosen :
Waluyo Erry Wahyudi M.Pd.I
Disusun
oleh :
Muzannifi : 1311010295
Purwendi : 1311010276
Jurusan/Semester/Kelas : PAI/VI/F
FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb
Segala
puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang
dengan ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tanpa ada halangan
apapun.
Shalawat
beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Beserta sahabat-sahabat dan para pengikutnya, yang telah berjuang untuk
menegakkan ajaran islam .
Makalah
yang kami susun ini tentang Korupsi Dalam Pandangan Islam. Dalam
penyajian makalah ini mungkin masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Wassalamualaikum wr.wb
Bandar Lampung, 20 Maret 2016
Penulis,
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ………………………......………………………............…i
KATA PENGANTAR …………..……………………………………................ ii
DAFTAR ISI
.......................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
.....................................................................................1
1.1 Latar
Belakang Masalah
....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1
1.3 Tujuan
Masalah
.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN …...……….……………………..….............…………3
2.1 Korupsi Dalam Pandangan Isla......................................................................... 3
2.2
Ayat
dan Hadits Tentang Korupsi
.....................................................................4
2.3
Hukum
dan Syariat Tentang Korupsi
.................................................................
2.4
Pintu-pintu
Korupsi.............................................................................................
2.5
Bahaya
Ghulul (Korupsi)....................................................................................
BAB III PENUTUP …………………………………….……………................10
3.1
Kesimpulan ....................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Terdapat banyak ungkapan yang dapat
di pakai untuk menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya
benar. Akan tetapi tidak terlalu menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi
itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan
prilaku koruptor, meskipun dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet
atau merampas harta orang lain.
Realitanya praktikal korupsi yang
selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau
public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan
kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di
pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau
lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi
dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi
laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan dunia
hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut jasadnya, akan
tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah
ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan,
dan hilangnya sebuah kepercayaan.
1.2. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
korupsi menurut pandangan Islam?
2. Bagaimana
hukum dan syariat korupsi?
3. Apa saja
pintu-pintu korupsi?
4. Apa saja
bahaya korupsi?
BAB II
PEMAHASAN
KORUPSI DALAM
PANDANGAN ISLAM
- Pengertian Korupsi Menurut Islam
Ajaran hukum Islam yang sangat
menjunjung tinggi pemeliharaan akan kesucian baik lahir maupun bathin,
menghendaki agar manusia (umat islam) dalam melakukan sesuatu harus sesuai
fitrahnya, yakni apa yang telah dtentukan dalam al-Quran dan As Sunnah yang
merupakan sumber hukum tertinggi. Pemeliharaan akan kesucian begitu ditekankan
dalam hukum Islam, agar manusia (umat Islam) tidak terjerumus dalam perbuatan
kehinaan atau kedhaliman baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.
Pelanggaran sesuatu hal dalam hukum (pidana) Islam tidak terlepas dari tujuan
pokok hukum Islam (al maqashid asy-syari’ah alkhams) yang merupakan hal
esensial bagi terwujudnya ketentraman hidup manusia. Adapun tujuan pokok hukum
Islam tersebut adalah memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, harta dan
keturunan. Salah satu tujuan pokok hukum Islam ialah memelihara keselamatan
(kesucian) harta. Harta merupakan rezeki dalam arti material, karena dalam
bahasa agama rezeki meliputi rezeki material dan rezeki spiritual.
Islam adalah agama yang sangat
menjujung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah rasional jika
memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok hukum
(pidana) Islam, karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi
halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah harta berdimensi haram karena
morupsi menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan korupsi merupakan wujud
manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memproleh rezeki Allah. Secara
teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan kriminal (jinayah atau jarimah)
dimana bagi pelakunya diancam dengan hukuman hudud (had) dan juga hukuman
ta’zir.
Islam membagi Istilah Korupsi
kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah (pencurian) al gasysy
(penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang pertama, korupsi dalam dimensi suap
(risywah) dalam pandangan hukum Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga
merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa
hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap
ancaman hukumanya berupa hukuman ta’zir (jarimah ta’zir) yang disesuaikan
dengan peran masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan sesuatu
kepada orang penguasa atau pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap mendapat
keuntungan dari itu atau dipermudahkan urusanya.
Yang kedua, Korupsi dalam dimensi
pencurian (saraqah). Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan
sesuatu tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi.Sedangkan menurut Abdul
Qadir ‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu indakan yang mengambil harta
orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya mengambil tanpa
sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil barang milik orang lain
dengan cara melawan hokum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
- Ayat dan Hadits Tentang Korupsi
Korupsi dalam islam terdapat
pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul Amwal Bil Bathil”,
sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah : 188.
وَلا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
‘’Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.’’
Dalam hadits Ubadah bin ash
Shamit radhiyallâhu’ anhu, bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda : (… فَإِنَّ الْغُلُولَ عَارٌ عَلَى
أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَنَارٌ وَنَارٌ)
“…(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api
neraka bagi pelakunya’’
Sedangkan dalam al-Hadits lebih konkret
lagi, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum.” Dalam redaksi lain, dinyatakan: “Rasulullah SAW melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari
keduanya.” Kemudian dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah SAW bersabda:
“penyuap dan penerima suap itu masuk ke
neraka.”
Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu 'anhu
berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”
“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”
- Hukum dan Syariat Tentang Korupsi
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh
syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat
tersebut Allah SWT mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas
dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut
penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat
(setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil
rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa
mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir
menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah,
pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena
berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah
ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai
besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam
ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat
(dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir
mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu,
perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia
dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesuai yang telah
Allah firmankan dalam surat al Baqarah/2:188.
Allah Juga
firman:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an
Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan
berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya
hadits dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah
Radhiyallahu 'anhu di atas.
Dalam
sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabi'in), maupun
para ulama periode sesudahnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman
korupsi, baik bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya.
- Pintu-pintu Korupsi
Peluang
melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang
diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus
selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui
pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga
nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.
Berikut adalah di
antara pintu-pintu korupsi.
1.
Saat
pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan.
Nabi
Saw. menceritakan :
"Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula seseorang yang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".
Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita.
2.
Ketika
pengumpulan zakat maal (harta).
Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan
zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia
mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak
menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia
ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah
terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau
memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan
zakat maal tersebut dengan mengatakan :
((أَفَلَا قَعَدْتَ فِي بَيْتِ
أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لَا))
"Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?"
"Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?"
Kemudian pada malam harinya selepas
shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah (untuk
memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
((فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَغُلُّ
أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ
بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ
كَانَ بَعِيرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ
وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا
لَهَا خُوَارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً
جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ))
"(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …"
"(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …"
3. Hadiah
untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang
menugaskannya.
Dalam
hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya:"Hadiah
untuk para petugas adalah ghulul".
Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan
dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan
negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang
yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah
memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits
yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami
tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah
harta ghulul (korupsi).
- Bahaya Ghulul (Korupsi)
Tidaklah Allah
melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan mudharat
(bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak
luput dari keburukan dan mudharat tersebut. Diantaranya :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ
مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ
بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا
خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ...))
"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”
2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”
2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
"…(karena) sesungguhnya ghulul
(korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".
3.Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ
مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ))
"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".
"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".
4. Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi Saw yang artinya:
"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)".
5. Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ
طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ
اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ
بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ
الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ
يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ
يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ))
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali
yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan
apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para
rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya
Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami
rizkikan kepada kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa
sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu.
Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya
Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan
dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan
dikabulkan?".
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Korupsi adalah sebuah kata
yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah.1 Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain
atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara. Dalam undang-undang korupsi yang berlaku di
Malaysia korupsi diartikan sebagai reswah yang dalam bahasa Arab bermakna suap.
Merangkai kata untuk perubahan memang
mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang
teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan
merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama
menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap
wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang
diobati tangan “. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik,
bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan
masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin
mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.
Sebagai pembawa amanat Allah, amanat
keadilan dan kemaslahatan segenap rakyat, pemerintah berkewajiban untuk
menegakkan ketertiban umum, melindungi keamanan seluruh rakyat, dan menegakkan
keadilan begi kemaslahatan semua pihak, tanpa membedakan warna kulit, suku bangsa,
golongan maupun keyakinan agamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Munawar Fuad Noeh, Islam dan
Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta, Zikrul Hakim, 1997.
Sa’di Abu Jaib, Al-Qamus
Al-Fiqhi, Beirut: Dar al-Fikr, 1998.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,
Jilid. 3, Beirut: Dar al-Fikr,1983.
Wahab Afif, Hukum Pidana Islam,
Banten ,Yayasan
Ulumul Quran, 1988.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia . Jakarta : Ghalia Indonesia
http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
izin copy makalahnya ya 😊😊 terimakasih sudah membantu😉
ReplyDelete